fadhliebe


Perjalanan pertama kali menuju kota Istanbul bersama teman saya yang gendut.
fadhliebe
Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19,
memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia
bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.

Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai
membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang
sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu
hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para
penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain,
mereka berdiri dan berteriak, "Hebat, hebat."

Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk
duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu
senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat
pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

Dengan mata berbinar dia berteriak, "Paganini dengan satu senar" Dia
menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari
lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum
pada kejadian ini.



Hikmah yang bisa diambil dari cerita ini adalah


Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekuatiran, kekecewaan dan semua
hal yang tidak baik. Secara jujur, kita seringkali mencurahkan terlalu
banyak waktu mengkonsentrasikan pada senar kita yang putus dan segala
sesuatu yang kita tidak dapat ubah.

Apakah Anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus dalam hidup
Anda? Apakah senar terakhir nadanya tidak indah lagi?

Mainkan senar satu-satunya itu. Mainkanlah dengan indah.


fadhliebe

Kami percaya bahwa perjuangan revolusioner
adalah suatu perjuangan yang sangat panjang, sangat sulit. Sulit,
tetapi jelas tidak berarti mustahil, bahwa suatu kemenangan revolusi di
suatu negara hanya akan terjadi di negara itu saja.

(Che Guevara)


Kalau
aku boleh memilih untuk berjuang, mungkin saat ini aku ingin tinggal
bersama kalian. Melewati jalanan yang padat lalu lintas, dengan
iring-iringan spanduk yang panjang, kalian ketuk nurani para penguasa.
Kaum yang berbaju megah, berkendaraan bagus dan punya mobil mengkilap.
Kalian pertaruhkan segalanya, kesempatan untuk hidup senang, kemapanan
pekerjaan, dan sekolah yang kini kian mahal. Buang segala teori sosial
yang ternyata tak bisa membaca kenyataan. Keluar kalian dari
training-training yang pada akhirnya tidak membuat kita paham dan mau
membela orang miskin. Kupilih tinggal serta berjuang di hutan karena di
sana aku kembali mendengar rintih dan suara orang yang hidupnya
menderita.

Andaikan aku masih diberi kesempatan untuk kembali ke
negerimu pastilah aku enggan untuk duduk di kursi. Akan aku habiskan
waktuku untuk mengelilingi kotamu yang padat dengan orang miskin. Akan
kusapa setiap anak lapar yang menjinjing bekas botol minuman untuk
mendapat uang receh. Akan aku datangi para nelayan yang kini lautnya
dipenuhi oleh pipa-pipa gas perusahaan asing. Akan kubantu para buruh
bangunan yang menghabiskan waktunya untuk memanggul alat-alat berat.
Dan akan kutemani para buruh pabrik yang masih saja diancam oleh PHK.
Tentu aku akan mendatangimu anak muda, yang resah dengan kenaikan BBM
atau proyek pendidikan yang kian hari kian mahal. Kurasa aku tidak bisa
istirahat jika tinggal di negerimu.

Kalau aku boleh memilih untuk
melawan, mungkin sekarang ini aku akan duduk bersama kalian. Aku akan
bilang kalau perjuangan bukan saja melalui tulisan, puisi, buku,
apalagi setajuk proposal! Perjuangan butuh keringat, pekikan suara, dan
dentuman kata-kata. Kita bukan melawan seekor siput tapi buaya yang
akan menerkam jika kita lengah. Hutan rimba mengajariku untuk tidak
mudah percaya pada mulut-mulut manis. Hutan rimba mendidikku untuk
tidak terlalu yakin dengan janji. Aku sudah hapal mana tabiat srigala
dan mana watak kelinci. Kalau kau baca tulisanku, mustinya kau bisa
meyakini, kalau kekuasaan hanya bisa bertahan selama kita mematuhinnya.
Kekuasaan bisa bertahan selama mereka mampu menebar ketakutan. Dan aku
sejak dulu dididik untuk selalu sangsi dan curiga pada penguasa!

Kalau
aku bisa memilih, mungkin sekarang aku ingin berjalan dengan kalian.
Menonton orang-orang pandai berdebat di muka televisi atau aktivis yang
melacurkan keyakinannya. Ngeri aku menyaksikan orang-orang pandai yang
berbohong dengan ilmunya. Sederet angka dibuat untuk membuat orang
percaya bahwa si miskin makin hari makin berkurang. Menonton aktivis
senior yang kini juga berebut untuk duduk jadi penguasa. Katanya: di
dalam kekuasaan tidak ada suara rakyat maka kita mengisinya. Aku
bilang, itulah para pembual yang yakin jika perubahan bisa muncul
karena kita duduk di belakang meja. Demokrasi acapkali berangkat dari
dalil yang naif seperti itu. Aku sayangnya tak lagi bisa memilih, untuk
berdiri dan berbincang dengan kalian semua.

Anak muda, aku telah
tuliskan puluhan karya untuk menemanimu. Dibungkus dengan sampul
wajahku, yang tampak belia dan mungkin tampan, aku tuangkan pesan
kepada kalian. Keberanian yang membuat kalian akan tahan dalam situasi
apapun! Hutan melatihku untuk percaya kalau kemapanan, kenikmatan
badaniah, apalagi kekayaan hanya menjadi racun bagi tubuh kita.
Kemapanan membuat otakmu makin lama makin bebal. Kau hanya mampu
mengunyah teori untuk disemburkan lagi. Kemapanan membuat hidupmu
seperti seekor ular yang hanya mampu berjalan merayap. Kekayaan akan
membuat tubuhmu seperti sebatang bangkai. Hutan melatihku untuk
menggunakan badanku secara penuh. Kakiku untuk lari kencang bila musuh
datang dan tanganku untuk mengayun pukulan jika aku diserang. Anak
muda, nyali sama harganya dengan nyawa. Jika itu hilang, niscaya tak
ada gunanya kau hidup!

Keberanian itu seperti sikap keberimanan.
Jika kau peroleh keberanian maka kau memiliki harga diri. Sikap
bermartabat yang membuatmu tidak mudah untuk dibujuk. Hutan membuatku
selalu awas dengan ketenangan, kedamaian, dan cicit suara burung. Hutan
melatihku untuk sensitif pada suara apa saja. Jangan mudah kau terpikat
oleh kedudukan, pengaruh, dan ketenaran. Kedudukan yang tinggi akan
membuatmu seperti manusia yang diatur oleh mesin. Kutinggalkan jabatan
menteri karena hidupku menjadi lebih terbatas dan ruang sosialku
dipenuhi oleh manusia budak, yang bergerak kalau disuruh. Apalagi
ketenaran hanya akan mendorongmu untuk selalu ingin menyenangkan semua
orang, membuat lumpuh energi perlawananmu. Ingat, racun segala
perubahan ketika dirimu merasa nyaman.

Rasa nyaman yang kini
kusaksikan di sekelilingmu. Anak-anak muda yang puas menjadi pekerja
upahan sambil menyita tanah sesamanya. Ada anak muda yang duduk di
parlemen malah minta tambahan gaji! Anak muda yang lain dengan
tenaganya menyumbangkan diri untuk menjadi preman bagi kekuasaan
bandit. Bahkan pendidikan hukum mereka gunakan untuk membela kaum
pengusaha ketimbang orang miskin. Anak-anak muda yang banyak lagak ini
memang tidak bisa dibinasakan. Mereka hidup karena ada kemiskinan,
keculasan kekuasaan, dan lindungan proyek lembaga donor. Aku enggan
untuk berjumpa dengan anak muda yang hanya mengandalkan titel,
keperkasaan, dan kelincahan berdebat. Aku ragu apakah mereka mampu
serta sanggup untuk melawan arus.

Arus itulah yang kini
menenggelamkan nyali kita semua. Murah sekali harga seorang aktivis
yang dulu lantang melawan, tapi kini duduk empuk jadi penguasa. Murah
sekali harga idealisme seorang ilmuwan yang mau menyajikan data bohong
tentang kemiskinan. Murah sekali harga seorang penyair yang mau
rame-rame mendukung pencabutan subsidi. Aku gusar memandang negerimu,
yang tidak lagi punya ksatria pemberani. Seorang kstaria yang mau hidup
dalam kesunyian dan dengan gagah meneriakkan perlawanan. Tulisan adalah
senjata sekaligus bujukan yang bisa menghanyutkan kesadaran perlawanan.
Kau harus berani mempertahankan nyalimu untuk selalu bertanya pada
kemapanan, kelaziman, dan segala bentuk pidato yang disuarakan oleh
para penguasa.

Yang kauhadapi sekarang ini adalah sistem yang
kuncinya tidak terletak pada satu orang. Kau berhadapan dengan dunia
pendidikan yang menghasilkan ilmu tentang bagaimana jadi budak yang
baik. Kau kini bergulat dengan teman-temanmu sendiri yang bosan hidup
berjuang tanpa uang. Kau sebal dengan parlemen yang dulu ikut kau
pilih, tetapi kini tambah membuat kebijakan yang menyudutkan rakyat.
Kau perlahan-lahan jadi orang yang hanya mampu melampiaskan kemarahan
tanpa mampu untuk merubah. Kau kemudian percaya kalau pemecahannya
adalah melalui mekanisme, partisipasi, dan dukungan logisistik yang
mencukupi. Kau diam-diam tak lagi percaya dengan revolusi. Kau yakin
perubahan bisa berjalan kalau dijalankan dengan berangsur-angsur dan
membuat jaringan. Gerakanmu lama-lama mirip dengan bisnis MLM.

Saudaraku
yang baik! Hukum perubahan sosial sejak dulu tidak berubah. Kau perlu
dedikasikan hidupmu untuk kata yang hingga kini seperti mantera: lawan!
Lawanlah dirimu sendiri yang mudah sekali percaya pada teori perubahan
sosial yang hanya cocok untuk didiskusikan ketimbang dikerjakan.
Lawanlah pikiranmu yang kini disibukkan oleh riset dan penelitian yang
sepele. Kemiskinan tak usah lagi dicari penyebabnya tapi cari sistem
apa yang harus bertanggung jawab. Ajak pikiranmu untuk membaca kembali
apa yang dulu kukerjakan dan apa yang sekarang dikerjakan oleh gerakan
sosial di berbagai belahan dunia. Gabungkan dirimu bukan dengan LSM,
tapi bersama-sama orang miskin untuk bekerja membuat sistem produksi.
Tak ada yang bermartabat dari seorang anak muda, kecuali dua hal:
bekerja untuk melawan penindasan dan melatih dirinya untuk selalu
melawan kemapanan.